Tuesday, January 6, 2015

Jurnal Skripsi

Analisis Akuntansi Persediaan Barang Dagang pada CV. Kawal Pantai Bintan

Nama : Ade Irmayani
N.I.M : 090462201009
Jurusan : Akuntansi

ABSTRAKSI
CV. Kawal Pantai Bintan bergerak di bidang dagang, kegiatan utama CV. Kawal Pantai Bintan adalah pelayanan penyediaan bahan baku pangan (food supply) yang berasal dari alam, berupa ikan laut dalam. Setiap perusahaan yang memiliki manajemen yang baik dalam akuntansinya maka diperlukan pencatatan dan penilaian persediaan yang akurat sehingga menghasilkan laporan keuangan yang akurat sesuai dengan PSAK No.14, karena metode yang digunakan dalam mencatat dan menilai persediaan membantu pihak manajemen dalam membuat keputusan agar tidak terjadi kekurangan dan kelebihan barang sehingga selalu dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Jenis data yangdigunakan adalah data sekunder berupa data dokumentasi dari arsip-arsip perusahaan pada tahun 2012. Kemudian data yang telah kumpulkan dari perusahaan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dengan cara mengumpulkan data, menyusun, mengklasifikasi, menginterpretasikan, mengolah dan menganalisis data sehingga diperoleh gambaran masalah yang diteliti.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya Akuntansi Persediaan pada CV. Kawal Pantai Bintan belum sesuai dengan PSAK Nomor 14 (Revisi 2008), seperti tidak adanya biaya persediaan, biaya lain-lain dan biaya konversi pada pengukuran persediaan, biaya standar pada Teknik pengukuan biayanya, tidak ada pemulihan kembali pada pengakuan sebagai beban dan tidak adanya penurunan nilai, pemulihan dari setiap terjadinya penurunan nilai, dan peristiwa setiap terjadinya pemulihan nilai pada Pengungkapan dalam laporan keuangannya, adapun yang sesuai dengan PSAK Nomor 14 (revisi 2008) yaitu, biaya pembelian, biaya persediaan pemberi jasa pada pengukuran persediaan, metode eceran pada Teknik pengukuran biaya, menggunakan metode penilaian FIFO pada rumus biaya, dan jika persediaan barang dijual harus diakui sebagai beban pada periode pendapatan, seluruh kerugian persediaan diakui sebagai beban pada periode terjadinya penurunan atau kerugian pada pengakuan sebagai beban.
Kata Kunci : Akuntansi Persediaan, PSAK 14 (Revisi 2008).

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang Penelitian
Akuntansi merupakan control dan juga berfungsi sebagai alat untuk mengukur tingkat keberhasilan perusahaan dalam mengelola persediaan. Dalam perhitungan rugi laba, nilai persediaan mempengruhi besarnya harga pokok sehingga mempengaruhi laba operasioal perusahaan. Sebaliknya dalam neraca, persediaan akhir tercatat dalam aktiva lancar. Oleh sebab itu dalam penyusunan laporan keuangan persediaan merupakan hal yang sangat penting. Semakin besar suatu perusahaan, maka semakin besar pula organisasi perusahaan. Sehingga semakin besar pula pendelegasian wewenang yang harus dilakukan. Dalam mengontrol pendelegasian wewenang dan tanggungjawab tersebut haruslah dibentuk akuntansi persediaan yang dapat menjamin keamanan persediaan.

CV. Kawal Pantai Bintan adalah perusahaan yang bergerak dibidang usaha perdagangan, dimana barang-barang yang dijual oleh perusahaan tersebut berupa bahan mentah atau bahan baku. Kegiatan CV. Kawal Pantai Bintan adalah dalam pelayanan penyediaan bahan baku pangan (food supply) dan catering untuk masyarakat pada umumnya dan untuk pabrik, perkantoran, hotel dan lain-lain. Dalam menjalankan aktivitasnya, perusahaan mendatangkan barang-barang melalui prosedur penerimaan, pemprosesan, penyimpanan dan pengeluaran persedian yang semua kegiatan tersebut memerlukan pengawasan yang memadai terhadap persediaan tersebut, sehingga tujuan perusahaan untuk mencapai laba yang optimal dapat terwujud.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Analisis Akuntansi Persediaan Barang Dagang pada CV. Kawal Pantai Bintan”.
2. Rumusan Masalah
Apakah Akuntansi persediaan pada CV. Kawal Pantai Bintan sudah sesuai dengan PSAK No.14?
3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah Akuntansi Persediaan pada CV. Kawal Pantai Bintan sudah sesuai dengan PSAK No.14.
4. Sistematika Penulisan Penelitian
  BAB I : Dalam bab ini dijabarkan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
  BAB II : Bab ini akan menguraikan kerangka teoretik yang berhubungan dengan variabel penelitian, dan penelitian terdahulu.
  BAB III : Bab ini menguraikan tentang Metode Penelitian, Lokasi Penelitian, Jenis dan Sumber Data, Metode Pengumpulan Data, Analisa Data.
   BAB IV : Bab ini menguraikan tentang hasil penelitian
   BAB V : Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dan saran

B. Tinjauan Teori dan Hipotesis
1. Pengertian Persediaan Barang
    Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam PSAK No.14 paragraf 05 (2008:14.2) memberikan               definisi persediaan sebagai berikut :
    Persediaan digunakan untuk menyatakan barang berwujud seperti :
    Persediaan adalah asset :
a. tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa;
b. dalam proses produksi untuk penjualan tersebut; atau
c. dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian           jasa.
2. Pengertian Akuntansi
Menurut American Accounting Association yang diterjemahkan oleh Soemarso (2007 : 3) bahwa akuntansi adalah proses mendefinisikan, mengatur dan melaporkan informasi ekonomi untuk memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut.

C. Metode Penelitian
1. Pengumpulan Data
Teknik ataupun metode pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer maupun sekunder. Sumber primer merupakan sumber data yang memberikan data kepada pengumpul data, sedangkan sumber sekunder adalah sumber data yang secara tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalkan melalui dokumen atau arsip (Sumarni dan Salamah 2006 : 85).
Dalam penelitian ini ada 3 teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan cara :
a. Observasi, dimana metode ini menuntut adanya pengamatan dari si peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek yang diteliti dengan menggunakan instrumen berupa pedoman penelitian dalam bentuk lembar pengamatan atau lainnya (Umar, 2007 : 87). Teknik ini dilakukan guna mengumpulkan data-data berupa data dokumentasi tentang prosedur pengiriman dan penerimaan barang dagang seperti ikan yang merupakan hasil tangkapan yang di akan eskpor dan dijual oleh CV. Kawal Pantai Bintan, faktur-faktur pengiriman dan penjualan dan hal-hal yang berhubungan dengan pencatatan akuntansi persediaan ikan pada CV. Kawal Pantai Bintan.
b. Wawancara/Interview, yang digunakan untuk studi pendahuluan dalam menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam (Sugiyono, 2010:194).
c. Studi Literatur (Kepustakaan), merupakan teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan, membaca dan mengkaji dokumen, buku-buku yang relevan baik yang dibeli maupun yang ada diperpustakaan provinsi kepulauan riau.
2. Analisis Data
Data yang peneliti kumpulkan dari perusahaan selanjutnya dianalisa dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu data yang sudah diperoleh dijelaskan dengan kata-kata yang sistematis sehingga penelitian dapat diterangkan secara objektif. Metode deskriptif merupakan metode yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data, menyusun, mengklasifikasi, menginterpretasikan, mengolah dan menganalisis data sehingga diperoleh gambaran masalah yang diteliti.
Analisis dilaksanakan dengan cara menelaah seluruh data yang tersedia yang bersumber dari pengamatan yang sudah ditulis dalam catatan lapangan, wawancara dan sebagainya. Selain itu digunakan juga PSAK No. 14 sebagai panduan dan menggunakan teori-teori mengenai akuntansi persediaan untuk menganalisis perlakuan akuntansi persediaan yang diterapkan oleh CV. Kawal Pantai Bintan apakah telah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. Melalui seluruh data yang didapat dan semua teori yang mendukung maka dilakukan pembahasan sehingga dapat ditarik kesimpulan dan saran.

D. Pembahasan

1. Jenis – Jenis Persediaan
Persediaan barang dagangan pada CV. Kawal Pantai Bintan adalah meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali dalam kegiatan normal perusahaan. Hal ini sesuai dengan PSAK 14 (Revisi 2008) dalam paragraf 7 (14.3) menyatakan bahwa persediaan meliputi barang yang dibeli dan dimiliki untuk dijual kembali, misalnya, barang dagangan dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali.

2. Metode Pencatatan Persediaan
CV. Kawal Pantai Bintan menggunakan sistem perpetual. Dengan menggunakan sistem ini maka perusahaan akan senantiasa mengetahui saldo persediaan yang ada pada saat tertentu dengan cara melihat buku persediaan (buku tekong) dan juga memberikan kemudahan dalam melakukan pengawasan persediaan barang yang ada dalam gudang. Setiap barang yang didistribusikan oleh CV. Kawal Pantai Bintan terlebih dahulu harus dicatat dalam buku besar persediaan. Pencatatan persediaan ini sangat penting karena menyangkut seluruh aktifitas perusahaan juga berpengaruh pada penyusunan laporan keuangan. Apabila pencatatan persediaan dilakukan dengan tepat, maka laporan keuangan tersebut dapat disajikan dengan benar.
Dengan penerapan sistem pencatatan perpetual, pencatatan dilakukan secara terus menerus tiap terjadi transaksi persediaan. Persediaan yang ada disesuaikan dengan jumlah pemesanan dari konsumen. Jika persediaan belum mencukupi dengan jumlah permintaan maka ikan akan diendapkan paling lama satu minggu agar ikan tidak mengalami penurunan kualitas daging. Jadi dengan melihat sistem pencatatan yang diterapkan oleh CV. Kawal Pantai Bintan, dapat diketahui bahwa perusahaan telah melaksanakan sistem pengawasan yang memadai terhadap persediaan barang dagangan yang dimiliki.

3. Metode Penilaian Persediaan
Berdasarkan penelitian, CV Kawal Pantai Bintan menggunakan metode FIFO (First In First Out), Perusahaan menggunakan metode FIFO ini untuk memudahkan penghitungan cost. Hal ini dikarenakan barang yang di beli lebih dahulu (masuk) adalah barang yang paling dulu dijual (keluar). Dengan demikian barang-barang yang ada dalam persediaan, berasal dari pembelian-pembelian yang terakhir karena barang-barang yang berasal dari pembelian sebelumnya telah dijual (dikeluarkan). Dalam metode ini persediaan akhir dinilai dengan harga pokok pembelian yang paling akhir oleh karenanya, barang-barang yang dibeli pertama kali adalah barang-barang pertama yang dijual dan barang-barang sisa di tangan (persediaan akhir) diasumsikan untuk biaya akhir. Karenanya untuk penentuan pendapatan, biaya-biaya sebelumnya di cocokkan dengan pendapatan dan biaya-biaya yang baru digunakan untuk penilaian laporan neraca. Metode ini konsisten dengan arus biaya aktual, sejak pemilik barang dagang mencoba untuk menjual persediaan lama pertama kali.
Sedangkan sisa dari persediaan akan diecerkan ke penjual ikan yang ada Pacar Bintan Centre Tanjungpinang. Dengan demikian tidak ada kejadian pendendapan ikan yang terlalu lama di gudang, karena pengendapan terlalu lama akan menyebabkan penurunan kualitas dading ikan yang berpengaruh terhadap harga jual sehingga mengurangi pendapatan CV. Kawal Pantai Bintan.

4. Penyajian Dalam Laporan Keuangan
   Persediaan akhir barang dagangan pada CV. Kawal Pantai Bintan telah tercantum dalam laporan rugi labakhususnya pada bagian harga pokok penjualan. Nilai persediaan pada laporan rugi laba ini adalah cukup tinggi mengingat CV. Kawal Pantai Bintan adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha dagang yang investasi terbesarnya terletak pada persediaan barang dagangan. Dalam laporan laba rugi CV. Kawal Pantai Bintan, persediaan barang dagangan akan muncul dalam harga pokok penjualan yang terdiri dari : persediaan awal ditambahkan dengan pembelian periode tersebutsehingga diperoleh barang yang tersedia untuk dijual. Kemudian dikurangkan dengan nilai dari persediaan akhir pada tahun periode berjalan sehingga bisa diperoleh harga pokok penjualannya (HPP). Jika penjualan bersih dikurangkan dengan harga pokok penjualan maka laba kotor operasi perusahaan bisa didapatkan hasilnya seperti yang terlihat pada laporan rugi laba.
Nilai persediaan yang tercantum dalam laporan keuangan adalah merupakan nilai persediaan akhir pada laporan laba rugi CV. Kawal Pantai Bintan tahun 2012. Dapat disimpulkan penyajian persediaan dalam laporan keuanganCV. Kawal Pantai Bintan telah sesuai PSAK Nomor 14, dimana persediaan disajikan pada laporan rugi laba yaitu pada bagian harga pokok penjualan, dan dalam neraca persediaan dapat disajikan dalam aktiva lancar.

E. Kesimpulan dan Saran
     1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya Akuntansi Persediaan pada CV. Kawal Pantai Bintan belum sesuai dengan PSAK Nomor14 (Revisi 2008), seperti tidak adanya biaya persediaan, biaya lain-lain dan biaya konverrsi pada pengukuran persediaan,biaya standar pada Teknik pengukuan biayanya, tidak ada pemulihan kembali pada pengakuan sebagai bebandan tidak adanya penurunan nilai, pemulihan dari setiap terjadinya penurunan nilai, dan peristiwa setiap terjadinya pemulihan nilai pada Pengungkapan dalam laporan keuangannya, adapun yang sesuai dengan PSAK Nomor 14 (revisi 2008) yaitu, biaya pembelian, biaya persediaan pemberijasa pada pengukuran persediaan, metode eceran pada Teknik pengukuran biaya, menggunakan metode penilaian FIFO pada rumusbiaya, dan jika persediaan barang dijual harus diakui sebagai beban pada periode pendapatan, seluruh kerugian persediaan diakui sebagai beban pada periode terjadinya penurunan atau kerugian pada pengakuan sebagai beban.

    2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti menyarankan :
a. CV.Kawal Pantai Bintan
1) Semestinya CV. Kawal Pantai Bintan menambah beberapa karyawan lagi untuk menghindari terjadinya peyelewengan dan menghindari terjadinya perangkapan tugas dan tanggung jawab.
2) CV. Kawal Pantai Bintan seharusnya mempunyai gudang yang dipisahkan dengan barang yang akan dikirim langsung dengan barang yang masih disimpan di gudang untuk memudahkan dalam pengecekan barang (persediaan). Diperlukan box-box yang baru karena box-box yang digunakan untuk menyimpan bahan baku tersebut sudah banyak yang rusak sehingga menganggu kualitas bahan baku.
3) CV. Kawal Pantai Bintan seharusnya melakukan pencatatan/pelaporan tentang penurunan nilai/harga jual saat terjadinya kerusakan kualitas dalam Laporan Rugi/Laba.
4) Sebaiknya CV.Kawal Pantai Bintan melakukan pencatatan pengungkapan dalam laporan keuangan dan membuat biaya standar dalam pengukuran biaya yang digunakan.
b. Peneliti Yang Lain
Diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini lebih lanjut dan meninjau kembali dari faktor-faktor lain yang berhubungan dengan akuntansi barang dagang. Karena dalam penelitian ini hanya terbatas pada akuntansi persediaan saja.


DAFTAR PUSTAKA
Kieso, W. W. 2008. Akuntansi Intermediate Edisi I. Jakarta: Erlangga.
Mulya, Hadari. 2010. Memahami Edisi Dasar. Edisi 2. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Mulyadi, 2008. Sistem Akuntansi. Cetakan Keempat. Jakarta : Salemba Empat.
Munawir S. 2007. Akuntansi Laporan Keuangan. Liberty. Yogyakarta.
Mursyidi. 2010. Akuntansi Dasar. Bandung: Ghalia Indonesia.
Priyambodo B. 2007. Manajemen Industri, edisi ke-1. Yogyakarta: Global Pustaka Utama .
Rangkuti, Freddy. 2005. Great Sales Forecast For Marketing. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Riduwan. 2009. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung : alfabeta.
Sadeli L. 2008. Dasar Dasar Akuntansi. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan “Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D”. Bandung : Alfabeta.
Suharli, Michell. 2006. Akuntansi untuk Bisnis Jasa dan Dagang, Edisi Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Sumarni, Murti dan Salamah Wahyuni. 2006. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta : Andi.
Umar, Husein. 2007, Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Warren, Carl S, James M, Reeve, Philip E. Fess, 2005. Pengantar Akuntansi, Edisi ke-21, Buku 1, Cetakan Pertama, Terjemahan Aria Farahmita, Amanugrahani, Taufik Hendrawan , Jakarta : Salemba Empat.
Wasif, Said Khaerul, dan Muhammad Gade. 2010. Akuntansi Keuangan 1. Edisi 2. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Yamit, Zulian. 2005. Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. Ed. 1, cet. 4. Yogyakarta : Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII Yogyakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2008. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (Revisi 2008). Jakarta : Salemba Empat.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2008. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (Revisi 2008). Jakarta : Salemba Empat.

Prinsip dan aturan etika akuntansi


PRINSIP DAN ATURAN ETIKA

Profesi akuntansi merupakan sebuah profesi yang menyediakan jasa atestasi maupun non atestasi kepada masyarakat dengan dibatasi kode etik yang ada.
Jenis Profesi yang ada antara lain :
1.      Akuntan Publik
Akuntan publik merupakan satu-satunya profesi akuntansi yang menyediakan jasa audit yang bersifat independen. Yaitu memberikan jasa untuk memeriksa, menganalisis, kemudian memberikan pendapat / asersi atas laporan keuangan perusahaan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
2.      Akuntan Manajemen
Akuntan manajemen merupakan sebuah profesi akuntansi yang biasa bertugas atau bekerja di perusahaan-perusahaan. Akuntan manajemen bertugas untuk membuat laporan keuangan di perusahaan
3.      Akuntan Pendidik
Akuntan pendidik merupakan sebuah profesi akuntansi yang biasa bertugas atau bekerja di lembaga-lembaga pendidikan, seperti pada sebuh Universitas, atau lembaga pendidikan lainnya. Akuntan manajemen bertugas memberikan pengajaran tentang akuntansi pada pihak-pihak yang membutuhkan.
4.      Akuntan Internal
Auditor internal adalah auditor yang bekerja pada suatu perusahaan dan oleh karenanya berstatus sebagai pegawai pada perusahaan tersebut. Tugas audit yang dilakukannya terutama ditujukan untuk membantu manajemen perusahaan tempat dimana ia bekerja.
5.      Konsultan SIA / SIM
Salah satu profesi atau pekerjaan yang bisa dilakukan oleh akuntan diluar pekerjaan utamanya adalah memberikan konsultasi mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan sistem informasi dalam sebuah perusahaan.Seorang Konsultan SIA/SIM dituntut harus mampu menguasai sistem teknologi komputerisasi disamping menguasai ilmu akuntansi yang menjadi makanan sehari-harinya. Biasanya jasa yang disediakan oleh Konsultan SIA/SIM hanya pihak-pihak tertentu saja yang menggunakan jasanya ini.
6.      Akuntan Pemerintah
Akuntan pemerintah adalah akuntan profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan pemeriksaan terhadap pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi dalam pemerintah atau pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi dalam pemerintah atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Meskipun terdapat banyak akuntan yang bekerja di instansi pemerintah, namun umumnya yang disebut akuntan pemerintah adalah akuntan yang bekerja di Badan Pengawas Keuangan dan Pembagian (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BAPEKA), dan instansi pajak.


KODE ETIK PROFESI
Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para pelaksana sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi. Kode etik profesi, kode; yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang sistematis.Kode etik ; yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja.

MENURUT UU NO. 8 (POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN)
Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok itu. Salah satu contoh tertua adalah ; SUMPAH HIPOKRATES, yang dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter. Hipokrates adalah doktren Yunani kuno yang digelari : BAPAK ILMU KEDOKTERAN. Beliau hidup dalam abad ke-5 SM. Menurut ahli-ahli sejarah belum tentu sumpah ini merupakan buah pena Hipokrates sendiri, tetapi setidaknya berasal dari kalangan murid-muridnya dan meneruskan semangat profesional yang diwariskan oleh dokter Yunani ini. Walaupun mempunyai riwayat eksistensi yang sudah-sudah panjang, namun belum pernah dalam sejarah kode etik menjadi fenomena yang begitu banyak dipraktekkan dan tersebar begitu luas seperti sekarang ini. Jika sungguh benar zaman kita di warnai suasana etis yang khusus, salah satu buktinya adalah peranan dan dampak kode-kode etik ini.
Profesi adalah suatu MORAL COMMUNITY (MASYARAKAT MORAL) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Kode etik profesi dapat menjadi penyeimbang segi-segi negative dari suatu profesi, sehingga kode etik ibarat kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat. Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, seban dihasilkan berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis. Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan barang kali dapat juga membantu dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode etik itu sendiri harus menjadi hasil SELF REGULATION (pengaturan diri) dari profesi.
Dengan membuat kode etik profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilai-nilai dan citacita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bisa mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode etik.
Kode Etik Profesi Akuntan Publik
Sehubungan dengan perkembangan yang terjadi dalam tatanan global dan tuntutan transparansi dan akuntabilitas yang lebih besar atas penyajian Laporan Keuangan, IAPI merasa adanya suatu kebutuhan untuk melakukan percepatan atas proses pengembangan dan pemutakhiran standar profesi yang ada melalui penyerapan Standar Profesi International. Sebagai langkah awal IAPI telah menetapkan dan menerbitkan Kode Etik Profesi Akuntan Publik, yang berlaku efektif tanggal 1 Januari 2010. Untuk Standar Profesional Akuntan Publik, Dewan Standar Profesi sedang dalam proses “adoption” terhadap International Standar on Auditing yang direncanakan akan selesai di tahun 2010, berlaku efektif 2011.
Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang baru saja diterbitkan oleh IAPI menyebutkan 5 prinsip-prinsip dasar etika profesi, yaitu:
1.       Prinsip Integritas
2.       Prinsip Objektivitas
3.       Prinsip Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional
4.       Prinsip Kerahasiaan
5.       Prinsip Perilaku Profesional
Selain itu, Kode Etik Profesi Akuntan Publik juga merinci aturan mengenai hal-hal berikut ini:
Seksi 200 Ancaman dan Pencegahan
Seksi 210 Penunjukan Praktisi, KAP, atau Jaringan KAP
Seksi 220 Benturan Kepentingan
Seksi 230 Pendapat Kedua
Seksi 240 Imbalan Jasa Profesional dan Bentuk Remunerasi Lainnya
Seksi 250 Pemasaran Jasa Profesional
Seksi 260 Penerimaan Hadiah atau Bentuk Keramah-Tamahan Lainnya
Seksi 270 Penyimpanaan Aset Milik Klien
Seksi 280 Objektivitas – Semua Jasa Profesional
Seksi 290 Independensi dalam Perikatan Assurance
Kode Etik Profesi Akuntan Publik
Setiap bidang profesi tentunya harus memiliki aturan-aturan khusus atau lebih dikenal dengan istilah “Kode Etik Profesi”. Dalam bidang akuntansi sendiri, salah satu profesi yang ada yaitu Akuntan Publik. Sebenarnya selama ini belum ada aturan baku yang membahas mengenai kode etik untuk profesi Akuntan Publik. Namun demikian, baru-baru ini salah satu badan yang memiliki fungsi untuk menyusun dan mengembangkan standar profesi dan kode etik profesi akuntan publik yang berkualitas dengan mengacu pada standar internasional yaitu Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) telah mengembangkan dan menetapkan suatu standar profesi dan kode etik profesi yang berkualitas yang berlaku bagi profesi akuntan publik di Indonesia.
Kode Etik Profesi Akuntan Publik (Kode Etik) ini terdiri dari dua bagian, yaitu Bagian A dan Bagian B. Bagian A dari Kode Etik ini menetapkan prinsip dasar etika profesi dan memberikan kerangka konseptual untuk penerapan prinsip tersebut. Bagian B dari Kode Etik ini memberikan ilustrasi mengenai penerapan kerangka konseptual tersebut pada situasi tertentu.
Kode Etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan publik (KAP) atau Jaringan KAP, baik yang merupakan anggota IAPI maupun yang bukan merupakan anggota IAPI, yang memberikan jasa profesional yang meliputi jasa assurance dan jasa selain assurance seperti yang tercantum dalam standar profesi dan kode etik profesi. Untuk tujuan Kode Etik ini, individu tersebut di atas selanjutnya disebut ”Praktisi”. Anggota IAPI yang tidak berada dalam KAP atau Jaringan KAP dan tidak memberikan jasa profesional seperti tersebut di atas tetap harus mematuhi dan menerapkan Bagian A dari Kode Etik ini. Suatu KAP atau Jaringan KAP tidak boleh menetapkan kode etik profesi dengan ketentuan yang lebih ringan daripada ketentuan yang diatur dalam Kode Etik ini. Setiap Praktisi wajib mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam Kode Etik ini, kecuali bila prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur oleh perundang-undangan, ketentuan hukum, atau peraturan lainnya yang berlaku ternyata berbeda dari Kode Etik ini. Dalam kondisi tersebut, seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam perundang-undangan, ketentuan hukum, atau peraturan lainnya yang berlaku tersebut wajib dipatuhi, selain tetap mematuhi prinsip dasar dan aturan etika profesi lainnya yang diatur dalam Kode Etik ini.
Prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007). Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan butir tersebut terdeskripsikan sebagai berikut :
1)      Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semuakegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2)      Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
3)      Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
4)       Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5)      Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
6)      Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7)      Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8)      Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.

Prinsip Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan standar, panduan khusus, atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatanya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegrasi lakukan dan apakah seorang telah menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip objektivitas dan kehati-hatian professional. Prinsip integritas mewajibkan setiap praktisi untuk tegas, jujur, dan adil dalam hubungan profsional dan hubungan bisnisnya. Praktisi tidak boleh terkait dengan laporan, komunikasi, atau informasi lainnya yang diyakini dapat terdapat :
·         Kesalahan yang material atau pernyataan yang menyesatkan
·         Pernyataan atau informasi yang diberikan tidak hati-hati atau,
·     Penghilangan atau penyembunyian informasi yang menyesatkan atas informasi yang seharusnya diungkapakan.
·         Praktisi tidak melanggar paragraph kedua dari kode etik ini jika ia memberikan laporan yang dimodifikasi atas hal-hal yang diatur dalam paragraph kedua tersebut.


Referensi :
https://www.google.com/?gws_rd=ssl#q=prinsip+dan+aturan+etika+jasa+audit&start=10
http://ratrianicp.wordpress.com/2013/01/08/prinsip-etika-profesi-akuntan/

TULISAN 3

AUDIT FORENSIK

Audit Forensik terdiri dari dua kata, yaitu audit dan forensik. Audit adalah tindakan untuk membandingkan kesesuaian antara kondisi dan Kriteria. Sementara forensik adalah segala hal yang bisa di perdebatkan di muka hukum/pengadilan.
Menurut Association of certified fraud Examiners (ACFE), forensic accounting /auditing merujuk kepada fraud examination. Dengan kata lain keduanya merupakan hal yang sama, yaitu:”Forensic accounting is the application of accounting, auditing, and investigative skills to provide quantitative  financial information about matters before the courts.”
Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting (JFA) “Akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial atau administratif”.
Dengan demikian, audit forensik bisa didefinisikan sebagai tindakan menganalisa dan membandingkan antara kondisi di lapangan dengan kriteria, untuk menghasilkan informasi atau bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan.
Karena sifat dasar dari audit forensik yang berfungsi untuk memberikan bukti di muka pengadilan, maka fungsi utama dari audit forensik adalah untuk melakukan audit investigasi terhadap tindak kriminal dan untuk memberikan keterangan saksi ahli (litigation support) di pengadilan.
Audit Forensik dapat bersifat proaktif maupun reaktif. Proaktif artinya audit forensik digunakan untuk mendeteksi kemungkinan-kemungkinan risiko terjadinya fraud atau kecurangan. Sementara itu, reaktif artinya audit akan dilakukan ketika ada indikasi (bukti) awal terjadinya fraud. Audit tersebut akan menghasilkan “red flag” atau sinyal atas ketidakberesan. Dalam hal ini, audit forensik yang lebih mendalam dan investigatif akan dilakukan.

Perbandingan antara Audit Forensik dengan Audit Tradisional (Keuangan)
Audit Tradisional
Audit Forensik
Waktu
Berulang
Tidak berulang
Lingkup
Laporan Keuangan secara umum
Spesifik
Hasil
Opini
Membuktikan fraud (kecurangan)
Hubungan
Non-Adversarial
Adversarial (Perseteruan hukum)
Metodologi
Teknik Audit
Eksaminasi
Standar
Standar Audit
Standar Audit dan Hukum Positif
Praduga
Professional Scepticism
Bukti awal
Perbedaan yang paling teknis antara Audit Forensik dan Audit Tradisional adalah pada masalah metodologi. Dalam Audit Tradisional, mungkin dikenal ada beberapa teknik audit yang digunakan. Teknik-teknik tersebut antara lain adalah prosedur analitis, analisa dokumen, observasi fisik, konfirmasi, review, dan sebagainya. Namun, dalam Audit Forensik, teknik yang digunakan sangatlah kompleks.
Teknik-teknik yang digunakan dalam audit forensik sudah menjurus secara spesifik untuk menemukan adanya fraud. Teknik-teknik tersebut banyak yang bersifat mendeteksi fraud secara lebih mendalam dan bahkan hingga ke level mencari tahu siapa pelaku fraud. Oleh karena itu jangan heran bila teknik audit forensik mirip teknik yang digunakan detektif untuk menemukan pelaku tindak kriminal. Teknik-teknik yang digunakan antara lain adalah metode kekayaan bersih, penelusuran jejak uang / aset, deteksi pencucian uang, analisa tanda tangan, analisa kamera tersembunyi (surveillance), wawancara mendalam, digital forensic, dan sebagainya.
v  Praktik Ilmu Audit Forensik

    a)   Penilaian risiko fraud
Penilaian risiko terjadinya fraud atau kecurangan adalah penggunaan ilmu audit forensik yang paling luas. Dalam praktiknya, hal ini juga digunakan dalam perusahaan-perusahaan swasta untuk menyusun sistem pengendalian intern yang memadai. Dengan dinilainya risiko terjadinya fraud, maka perusahaan untuk selanjutnya bisa menyusun sistem yang bisa menutup celah-celah yang memungkinkan terjadinya fraud tersebut.

    b)  Deteksi dan investigasi fraud
Dalam hal ini, audit forensik digunakan untuk mendeteksi dan membuktikan adanya fraud dan mendeteksi pelakunya. Dengan demikian, pelaku bisa ditindak secara hukum yang berlaku. Jenis-jenis fraud yang biasanya ditangani adalah korupsi, pencucian uang, penghindaran pajak, illegal logging, dan sebagainya.

c)   Deteksi kerugian keuangan
Audit forensik juga bisa digunakan untuk mendeteksi dan menghitung kerugian keuangan negara yang disebabkan tindakan fraud.

d)   Kesaksian ahli (Litigation Support)
Seorang auditor forensik bisa menjadi saksi ahli di pengadilan. Auditor Forensik yang berperan sebagai saksi ahli bertugas memaparkan temuan-temuannya terkait kasus yang dihadapi. Tentunya hal ini dilakukan setelah auditor menganalisa kasus  dan data-data pendukung untuk bisa memberikan penjelasan di muka pengadilan.

e)   Uji Tuntas (Due diligence)
Uji tuntas atau Due diligence adalah istilah yang digunakan untuk penyelidikan guna penilaian kinerja perusahaan atau seseorang, ataupun kinerja dari suatu kegiatan guna memenuhi standar baku yang ditetapkan. Uji tuntas ini biasanya digunakan untuk menilai kepatuhan terhadap hukum atau peraturan.
Dalam praktik di Indonesia, audit forensik hanya dilakukan oleh auditor BPK, BPKP, dan KPK (yang merupakan lembaga pemerintah) yang memiliki sertifikat CFE (Certified Fraud Examiners). Sebab, hingga saat ini belum ada sertifikat legal untuk audit forensik dalam lingkungan publik. Oleh karena itu, ilmu audit forensik dalam penerapannya di Indonesia hanya digunakan untuk deteksi dan investigasi fraud, deteksi kerugian keuangan, serta untuk menjadi saksi ahli di pengadilan. Sementara itu, penggunaan ilmu audit forensik dalam mendeteksi risiko fraud dan uji tuntas dalam perusahaan swasta, belum dipraktikan di Indonesia.
Penggunaan audit forensik oleh BPK maupun KPK ini ternyata terbukti memberi hasil yang luar biasa positif. Terbukti banyaknya kasus korupsi yang terungkap oleh BPK maupun KPK. Tentunya kita masih ingat kasus BLBI yang diungkap BPK. BPK mampu mengungkap penyimpangan BLBI sebesar Rp84,8 Trilyun atau 59% dari total BLBI sebesar Rp144,5 Trilyun. Temuan tersebut berimbas pada diadilinya beberapa mantan petinggi bank swasta nasional. Selain itu juga ada audit investigatif dan forensik terhadap Bail out Bank Century yang dilakukan BPK meskipun memberikan hasil yang kurang maksimal karena faktor politis yang sedemikian kental dalam kasus tersebut.
v  Gambaran Proses Audit Forensik
    a)   Identifikasi masalah
Dalam tahap ini, auditor melakukan pemahaman awal terhadap kasus yang hendak diungkap. Pemahaman awal ini berguna untuk mempertajam analisa dan spesifikasi ruang lingkup sehingga audit bisa dilakukan secara tepat sasaran.

b)  Pembicaraan dengan klien
Dalam tahap ini, auditor akan melakukan pembahasan bersama klien terkait lingkup, kriteria, metodologi audit, limitasi, jangka waktu, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk membangun kesepahaman antara auditor dan klien terhadap penugasan audit.

c)   Pemeriksaan pendahuluan
Dalam tahap ini, auditor melakukan pengumpulan data awal dan menganalisanya. Hasil pemeriksaan pendahulusan bisa dituangkan menggunakan matriks 5W + 2H (who, what, where, when, why, how, and how much). Investigasi dilakukan apabila sudah terpenuhi minimal 4W + 1H (who, what, where, when, and how much). Intinya, dalam proses ini auditor akan menentukan apakah investigasi lebih lanjut diperlukan atau tidak.

d)   Pengembangan rencana pemeriksaan
Dalam tahap ini, auditor akan menyusun dokumentasi kasus yang dihadapi, tujuan audit, prosedur pelaksanaan audit, serta tugas setiap individu dalam tim. Setelah diadministrasikan, maka akan dihasilkan konsep temuan. Konsep temuan ini kemudian akan dikomunikasikan bersama tim audit serta klien.

e)   Pemeriksaan lanjutan
Dalam tahap ini, auditor akan melakukan pengumpulan bukti serta melakukan analisa atasnya. Dalam tahap ini lah audit sebenarnya dijalankan. Auditor akan menjalankan teknik-teknik auditnya guna mengidentifikasi secara meyakinkan adanya fraud dan pelaku fraud tersebut.

f)   Penyusunan LaporanPada tahap akhir ini, auditor melakukan penyusunan laporan hasil audit forensik. Dalam laporan ini setidaknya ada 3 poin yang harus diungkapkan. Poin-poin tersebut antara lain adalah:
1.  Kondisi, yaitu kondisi yang benar-benar terjadi di lapangan.
2.  Kriteria, yaitu standar yang menjadi patokan dalam pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu, jika kondisi tidak sesuai dengan kriteria maka hal tersebut disebut sebagai temuan.
3.  Simpulan, yaitu berisi kesimpulan atas audit yang telah dilakukan. Biasanya mencakup sebab fraud, kondisi fraud, serta penjelasan detail mengenai fraud tersebut.

v  Peran Penting Audit Forensik
Dalam beberapa artikel dan literature, pembahasan Audit forensik lebih mengarah kepada kasus pembuktian penyimpangan keuangan atau korupsi. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan, audit forensik diperlukan untuk pembuktian pada kasus-kasus penipuan.
Objek audit forensik adalah informasi keuangan yang mungki (diduga) mengandung unsure penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud bisa berupa tindakan merugikan keuangan perusahaan, seseorang, atau bahkan Negara. Temuan auidit dari hasil pemeriksaan ini bisa dijadikan salah satu alat bukti bagi penyidik, pengacara, atau jaksa untuk memutuskan suatu kasus hukum perdata. Tidak menutup kemungkinan hasil audit juga akan memberikan bukti baru untuk tindakan yang menyangkut hukum pidana, seperti penipuan.
Dalam kasus semacam ini, auditor dituntut harus benar-benar independen. Meskipun penugasan audit diberikan oleh salah satu pihak yang bersengketa, independensi auditor harus tetap dijaga. Auditor tidak boleh memihak pada siapa-siapa. Setiap langkah, kertas kerja, produser, dan pernyataan auditor adalah alat bukti yang menghasilkan konskuensi hukum pada pihak yang bersengketa.

v  Tujuan Audit Forensik
Tujuan dari audit forensic adalah mendeteksi atau mencegah berbagai jenis kecurangan (fraud). Penggunaan auditor untuk melaksanakan audit forensik telah tumbuh pesat. Beberapa contoh dimana audit forensic bisa dilaksanakan termasuk:
1.  Kecurangan dalam bisnis atau karyawan
2.  Investigasi criminal
3.  Perselisihan pemegang saham dan persekutuan
4.  Kerugian ekonomi dari suatu bisnis
5.  Perselisihan pernikahan.